Wednesday, 19 December 2012

Ringkasan Buku “Jurnalisme Investigasi” Karya Dandhy Dwi Laksono



1.        APA ITU INVESTIGASI
Lima Elemen Investigasi
Hampir semua jurnalis berpendapat bahwa status investigasi bukan ditentukan oleh panjang pendeknya laporan, atau apakah dia menggunakan teknik menyamar dalam liputanya, melainkan apakah laporan itu mengungkapkan kasus kejahatan terhadap kepentingan publik; apakah laporan itu tuntas menjawab semua hal tanpa menyisakan sedikit pun pertanyaan (karena kejahatan tersebut biasanya dilakukan secara sistematis) ; apakah laporan itu sudah mendudukkan aktor-aktor yang terlibat disertai buktinya (karena sistematis, maka dalam kejahatan itu biasanya ada pembagian peran, aktor pengecoh, dan kambing hitam atau korban) ; serta, apakah pembaca/pendengar/penonton sudah paham dengan kompleksitas masalah yang dilaporkan.Maka, jurnalisme investigasi biasanya memenuhi elemen-elemen ini :
1.    Mengungkap kejahatan terhadap kepentingan publik, atau tindakan yang merugikan orang lain.
2.    Skala dari kasus yang diungkap cenderung terjadi secara luas atau sistematis (ada kaitan atau benang merah).
3.    Menjawab semua pertanyaan penting muncul dan memetakan persoalan dengan gambling.
4.    Mendudukkan aktor-aktor yang terlibat secara lugas, didukung bukti-bukti yang kuat.
5.    Publik bisa memahami kompleksitas masalah yang dilaporkan dan bisa membuat keputusan atau perubahan berdasarkan laporan itu.
Bedanya Dengan In-Depth Reporting
In-depth reporting atau laporan mendalam biasanya juga disajikan panjang lebar. Tetapi, dia hanya berhenti pada pemetaan masalah. Laporan investigasi lebih maju dengan mencari di mana letak kesalahannya, apakah terjadi secara sistematis, dan siapa saja yang terlibat dan betanggung jawab.
Investigasi Sebagai Teknik Liputan
Barang kali itulah tuntutan standar jurnalisme yang baik dan lengkap (meski belum tentu berupa laporan investigasi). Sehingga tak heran bila banyak wartawan yang sampai pada premis : “jurnalisme yang baik selalu investigatif”. Padahal yang dimaksud barangkali adalah : “jurnalisme yang baik selalu melakukan verifikasi. Dan dalam verifikasi, bisa menggunakan teknik investigasi.”
Untuk memudahkan gambaran barangkali lawan katanya adalah jurnalisme jumpa pers. Yakni aktivitas jurnalistik hanya menyodorkan tape dan kamera tanpa pernah melakukan verifikasi di lapangan. Jadi saking banyaknya fenomena jurnalisme jumpa pers ini, ketika ada wartawan yan melakukan verifikasi (padahal itu adalah tuntutan minimum dalam jurnalistik) sudah disebut investigasi.
Esensi Investigasi : Bukan Soal Besar kecilnya Isu
Farid gaban adalah alumni peliput perang Bosnia yang pernah bekerja sebagai redaktur pelaksana di majalah Tempo (1998-2003). Setelah farid keluar, Tempo masih kerap mengundangnya sebagai redaktur tamu untuk menulis laporan-laporan investigasi. Farid termasuk sekelompok jurnalis yang menentang pe-mitos-an investigasi sebagai loputan yang canggih dan harus membedah persoalan-persoalan rumit atau high politics.
Dalam modul tentang jurnalisme investigasi yang ditulisnya setelah mendirikan Yayasan Pena Indonesia, Farid berpandang bahwa persoalan hidup sehari-hari bisa menjadi tema liputan investigasi yang dahsyat. Tidak harus berakhir dengan kejatuhan seorang presiden seperti Richard Nixon setelah The Washington Post mengungkap skandal Watergate di Amerika Serikat, era 1970-an.
Menurut farid, kini zaman sudah menuntut wartawan tidak hanya terpaku pada investigasi yang menyangkut pejabat atau politisi, tetapi juga berkaitan dengan relasi konsumen-produsen atau kejahatan korporasi. Karen itu, kini persoalannya bukan lagi apakah siunya harus nasional. Menyangkut Istana Negara, Bank Sentral, tetapi bisa juga kantor-polsek, pasar tradisional, bahkan tempat ibadah. Suap menyuap di terminal atau perempatan agar para sopir angkot bisa berhenti di rambu larangan adalah topic yang menarik untuk diturunkan sebagai laporan investigasi, baik media cetak, radio, maupun televise. Setiap media memiliki kekuatan dan keunggulan masing-masing.
Wartawan Bukan Polisi
Investigasi yang dilakukan jurnalis bukan investigasi dalam konsep kepolisian. Meski, sebagai teknik yang digunakan bisa saja sama, seperti pengamatan, pegintaian, atau bahkan penyamaran atau uji laboratorium. Tetapi jurnalis tetaplah jurnalis. Ia bekerja dengan batasan yang sangat jelas. Jurnalis tidak bisa menggeledah rumah atau kantor seseorang, jurnalis tidak bisa menyita dokumen, jurnalis tak mungkin memanggil paksa narasumbernya, atau mustahil pula menangkap seseorang.
Dengan alasan apapun, jurnalis tak dibenarkan mengambil atau mencuri sebuah dokumen dari pihak lain.
2.     MODAL INVESTIGASI?
Modal 1 : Kemauan, Ketekunan, dan Keberanian
Dalam proses liputan dibutuhkan moal. Moda yang dimaksud tentu bukan semata-mata anggaran, tetapi yang jauh lebih penting adalah kemuam keberanian, dan ketekunan dari “agen-agen lapangan”. Tanpa modal pertama ini, anggaran dan daya dukung logistic sebesar apa pun, akan membuat sebuah proyek investigasi macet dan Cuma menghambur-hamburkan uang.
Modal 2 : Jejaring yang Luas
Membangun jejaring sosial (network) itu seperti membangun ruas jalan atau rel kereta. Begitu juga dengan jejaring narasumber bagi wartawan. Membangunnya sungguh tidak mudah. Ada investasi waktu, pulsa (biaya), dan juga tenaga untuk setiap orang yang kita kenal. Ada seorang bekas kontributor lepas di Metro TV yang kini bekerja sebagai reporter tetap di RCTI Nama panggilannya Dodo. Dia dikenal memiliki jejaring yang sangat kuat di kepolisian. Kenalannya bukan hanya jenderal, tetapi juga anggota berpangkat rendah. Tak heran bila gambar-gambar ekslusif kasus-kasus kriminal besar mudah dia peroleh.
Modal 3 : Pengetahuan yang Memadai
Informasi dan ide liputan investigasi sebenarnya berserak di sekitar kita. Yang perlu kita lakukan adalah  membuka semua pancainera dan terus-menerus melatih kepekaan, ketekunan, dan kesabaran. Setelah menerima sebuah informasi, yang perlu dilakukan selanjutnya aalah menakar atau menentukan nilai informasi itu.
Modal 4 : Keterampilan Mengemas Laporan
Wartawan harus memiliki keterampilan dan jeli dalam pengemasan sebuah berita. Ini ibarat seorang koki yang akan mengolah bahan-bahan mentah berkualitas super menjadi sajian kuliner. Meski di hadapannya ada lobster sebesar 3 kg yang sudah susah payah ditangkap dari laut, bila dia gagal menyajikannya menjadi menu yang enak, maka semua usahanya akan sia-sia. Sangat penting bagi setiap wartawan mengenal karakter media dan topic liputan investigasi yang akan digarapnya.
Modal 5 : Komitmen Institusi Media
Sebagian besar adalah persoalan alam berfikir atau mindset. Orientasi bisnis informasi sebagai komoditas menuntut produktivitas tinggi. Syangnya, prouktivitas itu hanya ditafsirkan secara kuantitatif dan jarang secara kualitatif. Di Suara Pembaruan, seperti dikisahkan Aa Sudirman, seorang redaktur dengan enam reporter dituntut memproduksi 10-13 items berita untuk mengisi halaman satu, dua, dan tiga. Itu berarti rata-rata satu orang mengerjakan dua berita. Di televise, satu tim liputan yang terdiri ari reporter dan kamerawan rata-rata juga mengolah dua items materi berita per hari. Dengan target kerja tanpa jeda seperti itu, sulit membayangkan para reporter punya banyak waktu untuk mengembangkan teknik-teknik liputan menalam atau investigasi
3.        PERENCANAAN INVESTIGASI
Tanpa membeda-bedakan jenis medianya (cetak,radio, televise), setelah menentukan topic dan menakar bobot isinya (assessment), maka garis besar perencanaan dalam sebuah proyek investigasi adalah sebagai berikut : (1) membentuk tim (multi spesialisasi); (2) melakukan riset, observasi awal, atau survey; (3) menentukan angle (folus) dan merumuskan hipotesis; (4) merancang strategi eksekusi (Teknik, logistic, dll); (5) menyiapkan scenario pasca-publikasi.
4.        ACTION !
Tahap 1 : Mencari Bukti Fisik
Bagi media cetak, bukti fisik bisa berupa dokumen, foto, atau hasil observasi lapangan yang dilakukan jurnalis. Dokumen (kertas) atau arsip adalah material idola semua wartawan investigasi media cetak. Tapi bagi jurnalis televise, bukti fisik identik dengan rekaman video atau footage, baik yang diperoleh dari pihak lain maupun hasil tangkapannya sendiri. Sementara bagu wartawan radio, bukti fisik yang diidam-idamkan adalah rekaman suara (audio).
Metode Investigasi 3 Trails
1.    Material Trails
Material bisa berupa dokumen kertas, dokumen digital, bukti foto, rekaman video, atau rekaman audio yang bisa iperoleh dari penelusuran atas materi yang sudah ada (di tangan pihak lain), maupun dari hasil kerja-kerja lapangan yang dilakukan sendiri  oleh para jurnalis.
2.    Paper Trails
Paper trail yakni menelusuri keberadaan dan jati diri seseorang atau narasumber. Baik mereka yang diduga terlibat, maupun mereka yang mengetahui seluk-beluk masalah tersebut.
3.    Money Trails
Metode menelusuri asal-usul dan aliran arah uang dalam mengungkap sebuah kasus juga mujarab.Uang adalah salah satu motivasi utama manusia berbuat sesuatu. Karena itu, mengikuti aliran dan asal-usul uang bisa menuntun kita menemukan siapa saja yang bermain.
Tahap 2 : Mencari dan Mengumpulkan Kesaksian
Secara sederhana, mengumpulkan kesaksian adalah mencari orang-orang yang bisa membantu kita memecahkan persoalan.. Atau dengan cara  yang agak “sembrono”, ini merupakan kegiatan mengumpulkan keterangan ari mereka yang “berpihak” kepada hipotesis kita. Mereka bisa saja saksi mata sebuah peristiwa, anggota kelompok criminal, atau bagian dari konspirasi kejahatan ekonomi yang memberikan kita informasi yang langsung berkaitan dengan kasus. Tapi di sisi lain mereka bisa juga para akuntan yang membantu melakukan audit forensic, seorang dokter ahli ginjal yang menerjemahkan hasil tes laboratorium dalam bahasa awam atau seorang penjaga makam yang bersaksi bahwa tak ada seorang pun yang pernah menziarahi makam seperti kasus de Guzman.
5.        TEKNIK PELIPUTAN
Ragam Teknik Penyamaran
1.      Penyamaran Melebur (Immerse)
Dalam investigasi RCTI tentang TKI illegal, dua reporter SAI dan HRW menyamar sebagai TKI. Dalam konteks ini mereka bisa disebut seang melebur. Dengan cara melebur (immerse) sebagai TKI, maka reporter bisa langsung berinteraksi dengan para calo perekrut dan pihak-pihak yang mengirim para TKI illegal, sekaligus mengambil gambar.
2.      Menempel (Embedded)
Ini adalah teknik “kuda troya”, I mana jurnalis memanfaatkan objek tertentu sebagai kendaraan untuk mendapatkan fakta, keterangan atau akses. Teknik penyamaran menempel, misalnya digunakan banyak wartawan yang ingin menembus penjara dengan menyamar sebagai anggota keluarga pembesuk atau bagian dari tim pengacara.
3.      Penyamaran Berjarak (Surveillance)
Istilah Surveillance sendiri juga berarti pemantauan atau pengamatan, di mana objek atau sasaran tidak merasakan kehairan kita. Paanan lain dalam bahasa Inggris-Nya adalah shaowing (membayangi). Makna berjarak dalam penyamaran ini bukan saja makna jarak secara fisik, tetapi juga secara sosiologis atau psikologis.
Observasi
Aktivitas jurnalis menggunakan semua pancaideranya untuk mencari informasi atau menemukan fakta I lapangan. Karena observasi berkaitan dengan pancaindera, maka teknik ini lebih dikenal di media massa cetak sebagai bekal menulis deskruipsi secara detail., factual dan menarik. Sementara bagi jurnalis televise, apa yang direkam kamera, ituah yang disaksikan penonton. Atau apa yang direkam tape recorder, itu jugalah yang terengar di radio.
Decoying Alias Mengecoh
Ada teknik lain yang memang harus terang-terangan menggunakan identitas wartawan, tetapi tujuannya justru untuk menyamarkan misi liputan yang sesungguhya. Inilah yang dinamakan teknik decoying (to decoy). atau mengecoh. teknik ini digunakan bila kita ingin menapatkan akses pada suatu informasi yang berada di pihak tertentu, tapi mereka cenderung ragu atau menutupinya. Namun pihak tersebut sebenarnya tidak anti-media. Mereka akan terbuka terhadap informasi atau akses atas hal yang lain, tapi bukan jenis informasi atau akses yang kita mau. Di sinilah teknik decoying bisa membantu.
6.        MENGEMAS LAPORAN
Overview : Radio, Cetak,dan Televisi
Setiap meia memiliki karakter yang menjadi kelebihan sekaligus kelemahannya. Karena itu tak semua jenis isu bisa maksimal dihadirkan di meia tertentu. Hal ini juga turut memengaruhi strategi pengemasannya.Di tngah impitan deadline, jurnalis radio tak perlu mempertaruhkan segalanya untuk mendapatkan long form hasil udit Price Waterhouse Cooper (PWC) dalam kasus Bank Bali (1999-2000) bila materi itu sama sekali tidak dibunyikan di medianya. Ini berbeda dengan jurnalis media cetak yang lebih memiliki ruang mengemas informasinya dalam aneka pilihan menu, seperti teks, foto, atau grafis.Demikian juga dengan investigasi di televise. Teknik Pengemasan investigasi kasus korupsi, konspirasi pembunuhan, atau kejahatan lingkungan membutuhkan stratgi pengemasan yang berbeda. Dibutuhkan lebih banyak grafis dan teknik editing gambar dengan ritmr (pacing) yang lebih cepat untuk isu korupsi dan konspirasi pembunuhan, dibandingkan kasus kejahatan lingkungan.
Internet Paling Atraktif
Dalam hal pengemasan, sebuah laporan investigasi yang dipublikasi media online (internet) bisa disebut paling atraktif dibandingkan ketiga jenis media konvensional pendahulunya. Melalui internet sebuah laporan investigasi bisa terdiri dari naskah, foto, aneka grafis, rekaman audio, bahkan video streaming sekaligus.
Musuhmu Adalah Panjangmu
Proses pengemasan laporan adalah tahap krusial dalam investigasi. Bagi media cetak, musuh utamanya adalah bentuknya seniri yang panjang berhalaman-halaman. Pembaca sering “terteror” secara psikologis dengan artikel yang panjang, bila para koki gagal menghadirkan tampilan fisik yang memikat dalam artikel tersebut, yang bisa langsung itemukan pembaca alam hitungan menit. Inilah pertempuran pertama yang harus dimenangkan media cetak. Unsure-unsur yang membuat cerita tersebut layak dibaca, harus dimunculkan paa kesan pertama, saat pembaca masih menimbang-nimbang apakah ia memiliki waktu setengah jam untuk membaca laporan tersebut.
Jenis Media dan Daya Serap Cerita
Media cetak memiliki fleksibilitas ruang karena bisa membacanya dimana saja, mulai dari yang serius di meja kerja, sembari menunggu angkutan, di jok belakang mobil, hingga di dalam toilet. Dia juga fleksibel dalam hal waktu. Internet reatif hanya memiliki fleksibilitas  waktu, tetapi tidak punya fleksibilitas ruang. Sementara televise dan radio, sama sekali tidak memiliki fleksibilitas itu, kecuali merekamnya. Itu pun hanya mengatasi fleksibilitas waktu, bukan ruang. Tayangan televise atau siaran radio telah ditentukan jawalnya, sehingga public hanya bisa mengosumsinya pada momen tersebut.
Teknik Penulisan
Menulis naskah untuk media cetak/online, televise, an raio memiliki teknik yang berbea. Media cetak menggunakan bahasa tulis, sedangkan televise dan radio menggunakan bahasa tutur/lisan.
Kerangka Cerita Adalah Peta
Peta itu adalah sebuah rancangan cerita Sebuah kerangka yang akan memandu kita mengisi “daging-daging” yang telah kita kumpulkan. Kita tak perlu melakukannya sendiri.Jurnalis yang baru pulang dari lapangan cenderung menganggap semua materi yang diperolehnya penting. Sehingga terkadang dia kehilangan fokus dan “berselingkuh” dengan persoalan yang lain. Karena iu sangat penting bagi kita untuk kembali duduk dengan anggota tim an meminta mereka melakukan assessmentatas semua materi dan cerita yang telah diperoleh dari lapangan. Reporter cukup bercerita, dan biarkan anggota tim lain yang cukup berjarak dengan objek liputan memutuskan mana yang penting.
7 Elemen dalam Penulisan
Wartawan senior Farid Gaban merumuskan tujuh elemen yang hasrus diperhatikan seorang jurnalis media cetak dalam membuat sebuah tulissan : Informasti, Signifikan, Fokus, Konteks, Wajah  Bentuk, Suara.
7 Kegagalan Dalam Penulisan
1.       Gagal menekankan segala yang penting
2.       Gagal menghadirkan fakta-fakta yang mendukung
3.       Gagal memerangi kejemuan pembaca karena terlalu banyak hal yang umum
4.       Gagal mengorganisasikan tulisa secara baik, entah itu kalimat maupun keseluruhan cerita.
5.       Gagal mempraktekkan tata bahasa secara baik; salah membubuhkan tanda baca dan salah menulis ejaan.
6.       Gagal menulis secara berimbang
7.       Gagal mengaitkan diri dengan pembaca.
Waspadai Kata Sifat
Tulisan panjang kerap menggelincirkan kita paa pemborosan kata sifat : bagus-jelek, mewah sederhana, mahal-murah, tinggi-renah, yang kesemuanya kadang sangat sensitive dalam sebuah laporan investigasi. Menulis deskripsi prinsipnya adalah menggunakan informasi spesifik, tanpa menyebut sifatnya.
7.        KODE ETIK
Efek Samping Peliputan
Bila ada sebuah liputan investigasi yang berbuntut panjang dan cukup kompleks I era tahun 2000-an,yakni kasus dugaan penggelapan pajak Sian Agri (2007). Liputan  ini menimbulkan efek samping yang bisa menjadi mata kuliah terseniri I kelas-kelas jurnalistik. Ada gugatan hukum, ada tekanan kepada individu jurnalis, ada “penyaapan” sms, pembocoran naskah yang belum diterbitkan, penggalangan para ilmuan dan wartawan, operasi pembungkaman media lain melalui iklan, wartawan “diinteli”, wartawan I BAP, serta aspek-aspek etik dalam proses peliputan. 
Perlindungan Sumber
Bagian paling penting dari liputan apapun, terutama investigasi adalah perlinungan narasumber selain perlindungan diri sendiri. Prinsip itu harus dipegang karena menyangkut berbagai aspek seperti integritas media, profesionalsme jurnalis, dan yang paling penting karena menyangkut nasib orang. Wartawan boleh saja heroic dan tak gentar menghadapi berbagai mara bahaya dalam menjalankan tugasnya. Namun wartawan yang baik tak hanya  memikirkan nyalinya sendiri, dia juga harus berfikir tentang nyali orang lain.wartawan tidak boleh memancing dan menjebak narsumbernya untuk mendapatkan sebuah keterangan yang tidak mereka sadari dampak dan akibatnya.
Sumber Anonim
Dalam investigasi, narasumber anonim sering memegang peranan penting. Meski demikian, wartawan tetap harus berhati-hati menghadapi dan memperlakukan sumber anonim.
Mencuri Materi
Bila yang dimaksud dengan “kepentingan umum” itu menyangkut keseamatan nyawa orang, maka hal pertama yang harus dilakukan justru buka memublikasikannya, tetapi menyerahkannya ke otoritas berwenang. Melalui tangan dan pernyataan merekalah, sebagai wartawan, kita bisa mengutip isi dokumen tersebut.
Etika Menyamar dan Merekam Diam-Diam
Ada yang berpandangan bahwa tindakan yang terekam kamera atau mata wartawan alam observasi langsung tidak peru dikonfirmasi. Sementara hal-hal yang yang tidak disaksikan sendiri oleh wartawan perlu mendapatkan konfirmasi. Sementara jurnalis lain berpandangan bahwa apapun yang diperlehnya, wartawan harus member ruang pihak lain untuk memberikan keterangan, tafsir atau membela diri atas bukti-bukti yang diapat. Sebab, selalu ada kemungkinan wartawan tidak akurat pada materi tertentu, seyakin apapun dia. Bila merujuk kepada kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, maka hanya ada dua alasan yang membuat  praktik penyamaran dibenarkan : Demi kepentingan public dan tak ada cara lain untuk mendapatkan informasi.
Wajah tersangka
Pedoman Perilau Penyiaran mengatur tentang wajah tersangka sebagai berikut :
“Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang suah terpublikasi dan dikenal secara luas.
Rekonstruksi dan reka Ulang Adegan
Ada sejumlah syarat ketat yang diatur pedoman Perilaku penyiaran dalam penggunaan rekonstruksi:
1.      Adegan rekonstruksi kejahatan yang eksplisit dan terperinci tidak boleh disiarkan.
2.      Adegan rekonstruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan sama sekali tidak boleh disiarkan.
3.      Siaran rekonstruksi kejahatan harus memperoleh izin dari korban kejahatan, atau pihak yang dapat dipandang sebagai wakil korban.
4.      Adegan rekonstruksi yang memperlihatkan modus kejahatan secara eksplisit dan terperinci dilarang.
5.      Aegan rekonstruksi yang memperlihatkan cara pembuatan alat-alat kejahatan tidak boleh disiarkan.

No comments:

Post a Comment