1.
APA
ITU INVESTIGASI
Lima Elemen Investigasi
Hampir
semua jurnalis berpendapat bahwa status investigasi bukan ditentukan oleh
panjang pendeknya laporan, atau apakah dia menggunakan teknik menyamar dalam
liputanya, melainkan apakah laporan itu mengungkapkan kasus kejahatan terhadap
kepentingan publik; apakah laporan itu tuntas menjawab semua hal tanpa
menyisakan sedikit pun pertanyaan (karena kejahatan tersebut biasanya dilakukan
secara sistematis) ; apakah laporan itu sudah mendudukkan aktor-aktor yang
terlibat disertai buktinya (karena sistematis, maka dalam kejahatan itu
biasanya ada pembagian peran, aktor pengecoh, dan kambing hitam atau korban) ;
serta, apakah pembaca/pendengar/penonton sudah paham dengan kompleksitas
masalah yang dilaporkan.Maka, jurnalisme investigasi biasanya memenuhi
elemen-elemen ini :
1.
Mengungkap kejahatan terhadap
kepentingan publik, atau tindakan yang merugikan orang lain.
2.
Skala dari kasus yang diungkap cenderung
terjadi secara luas atau sistematis (ada kaitan atau benang merah).
3.
Menjawab semua pertanyaan penting muncul
dan memetakan persoalan dengan gambling.
4.
Mendudukkan aktor-aktor yang terlibat
secara lugas, didukung bukti-bukti yang kuat.
5.
Publik bisa memahami kompleksitas
masalah yang dilaporkan dan bisa membuat keputusan atau perubahan berdasarkan
laporan itu.
Bedanya Dengan In-Depth Reporting
In-depth reporting
atau laporan mendalam biasanya juga disajikan panjang lebar. Tetapi, dia hanya
berhenti pada pemetaan masalah. Laporan investigasi lebih maju dengan mencari
di mana letak kesalahannya, apakah terjadi secara sistematis, dan siapa saja
yang terlibat dan betanggung jawab.
Investigasi Sebagai Teknik Liputan
Barang
kali itulah tuntutan standar jurnalisme yang baik dan lengkap (meski belum
tentu berupa laporan investigasi). Sehingga tak heran bila banyak wartawan yang
sampai pada premis : “jurnalisme yang baik selalu investigatif”. Padahal yang
dimaksud barangkali adalah : “jurnalisme yang baik selalu melakukan verifikasi.
Dan dalam verifikasi, bisa menggunakan teknik investigasi.”
Untuk
memudahkan gambaran barangkali lawan katanya adalah jurnalisme jumpa pers. Yakni aktivitas jurnalistik hanya
menyodorkan tape dan kamera tanpa pernah melakukan verifikasi di lapangan. Jadi
saking banyaknya fenomena jurnalisme jumpa pers ini, ketika ada wartawan yan
melakukan verifikasi (padahal itu adalah tuntutan minimum dalam jurnalistik)
sudah disebut investigasi.
Esensi Investigasi : Bukan Soal
Besar kecilnya Isu
Farid
gaban adalah alumni peliput perang Bosnia yang pernah bekerja sebagai redaktur
pelaksana di majalah Tempo (1998-2003). Setelah farid keluar, Tempo masih kerap mengundangnya sebagai
redaktur tamu untuk menulis laporan-laporan investigasi. Farid termasuk
sekelompok jurnalis yang menentang pe-mitos-an investigasi sebagai loputan yang
canggih dan harus membedah persoalan-persoalan rumit atau high politics.
Dalam
modul tentang jurnalisme investigasi yang ditulisnya setelah mendirikan Yayasan
Pena Indonesia, Farid berpandang bahwa persoalan hidup sehari-hari bisa menjadi
tema liputan investigasi yang dahsyat. Tidak harus berakhir dengan kejatuhan
seorang presiden seperti Richard Nixon setelah The Washington Post mengungkap skandal Watergate di Amerika
Serikat, era 1970-an.
Menurut
farid, kini zaman sudah menuntut wartawan tidak hanya terpaku pada investigasi
yang menyangkut pejabat atau politisi, tetapi juga berkaitan dengan relasi
konsumen-produsen atau kejahatan korporasi. Karen itu, kini persoalannya bukan
lagi apakah siunya harus nasional. Menyangkut Istana Negara, Bank Sentral,
tetapi bisa juga kantor-polsek, pasar tradisional, bahkan tempat ibadah. Suap
menyuap di terminal atau perempatan agar para sopir angkot bisa berhenti di
rambu larangan adalah topic yang menarik untuk diturunkan sebagai laporan
investigasi, baik media cetak, radio, maupun televise. Setiap media memiliki
kekuatan dan keunggulan masing-masing.
Wartawan Bukan Polisi
Investigasi
yang dilakukan jurnalis bukan investigasi dalam konsep kepolisian. Meski,
sebagai teknik yang digunakan bisa saja sama, seperti pengamatan, pegintaian,
atau bahkan penyamaran atau uji laboratorium. Tetapi jurnalis tetaplah
jurnalis. Ia bekerja dengan batasan yang sangat jelas. Jurnalis tidak bisa
menggeledah rumah atau kantor seseorang, jurnalis tidak bisa menyita dokumen,
jurnalis tak mungkin memanggil paksa narasumbernya, atau mustahil pula
menangkap seseorang.
Dengan
alasan apapun, jurnalis tak dibenarkan mengambil atau mencuri sebuah dokumen
dari pihak lain.
2. MODAL INVESTIGASI?
Modal 1 : Kemauan, Ketekunan, dan
Keberanian
Dalam
proses liputan dibutuhkan moal. Moda yang dimaksud tentu bukan semata-mata
anggaran, tetapi yang jauh lebih penting adalah kemuam keberanian, dan
ketekunan dari “agen-agen lapangan”. Tanpa modal pertama ini, anggaran dan daya
dukung logistic sebesar apa pun, akan membuat sebuah proyek investigasi macet
dan Cuma menghambur-hamburkan uang.
Modal 2 : Jejaring yang Luas
Membangun
jejaring sosial (network) itu seperti
membangun ruas jalan atau rel kereta. Begitu juga dengan jejaring narasumber
bagi wartawan. Membangunnya sungguh tidak mudah. Ada investasi waktu, pulsa
(biaya), dan juga tenaga untuk setiap orang yang kita kenal. Ada seorang bekas
kontributor lepas di Metro TV yang kini bekerja sebagai reporter tetap di RCTI
Nama panggilannya Dodo. Dia dikenal memiliki jejaring yang sangat kuat di
kepolisian. Kenalannya bukan hanya jenderal, tetapi juga anggota berpangkat
rendah. Tak heran bila gambar-gambar ekslusif kasus-kasus kriminal besar mudah
dia peroleh.
Modal 3 : Pengetahuan yang Memadai
Informasi
dan ide liputan investigasi sebenarnya berserak di sekitar kita. Yang perlu
kita lakukan adalah membuka semua
pancainera dan terus-menerus melatih kepekaan, ketekunan, dan kesabaran.
Setelah menerima sebuah informasi, yang perlu dilakukan selanjutnya aalah
menakar atau menentukan nilai informasi itu.
Modal 4 : Keterampilan Mengemas
Laporan
Wartawan
harus memiliki keterampilan dan jeli dalam pengemasan sebuah berita. Ini ibarat
seorang koki yang akan mengolah bahan-bahan mentah berkualitas super menjadi
sajian kuliner. Meski di hadapannya ada lobster sebesar 3 kg yang sudah susah
payah ditangkap dari laut, bila dia gagal menyajikannya menjadi menu yang enak,
maka semua usahanya akan sia-sia. Sangat penting bagi setiap wartawan mengenal
karakter media dan topic liputan investigasi yang akan digarapnya.
Modal 5 : Komitmen Institusi Media
Sebagian
besar adalah persoalan alam berfikir atau mindset.
Orientasi bisnis informasi sebagai komoditas menuntut produktivitas tinggi.
Syangnya, prouktivitas itu hanya ditafsirkan secara kuantitatif dan jarang
secara kualitatif. Di Suara Pembaruan,
seperti dikisahkan Aa Sudirman, seorang redaktur dengan enam reporter dituntut
memproduksi 10-13 items berita untuk
mengisi halaman satu, dua, dan tiga. Itu berarti rata-rata satu orang
mengerjakan dua berita. Di televise, satu tim liputan yang terdiri ari reporter
dan kamerawan rata-rata juga mengolah dua items
materi berita per hari. Dengan target kerja tanpa jeda seperti itu, sulit
membayangkan para reporter punya banyak waktu untuk mengembangkan teknik-teknik
liputan menalam atau investigasi
3.
PERENCANAAN
INVESTIGASI
Tanpa membeda-bedakan
jenis medianya (cetak,radio, televise), setelah menentukan topic dan menakar
bobot isinya (assessment), maka garis
besar perencanaan dalam sebuah proyek investigasi adalah sebagai berikut : (1)
membentuk tim (multi spesialisasi); (2) melakukan riset, observasi awal, atau
survey; (3) menentukan angle (folus) dan merumuskan hipotesis; (4) merancang
strategi eksekusi (Teknik, logistic, dll); (5) menyiapkan scenario
pasca-publikasi.
4.
ACTION
!
Tahap
1 : Mencari Bukti Fisik
Bagi media cetak, bukti
fisik bisa berupa dokumen, foto, atau hasil observasi lapangan yang dilakukan
jurnalis. Dokumen (kertas) atau arsip adalah material idola semua wartawan
investigasi media cetak. Tapi bagi jurnalis televise, bukti fisik identik
dengan rekaman video atau footage, baik yang diperoleh dari pihak lain maupun
hasil tangkapannya sendiri. Sementara bagu wartawan radio, bukti fisik yang
diidam-idamkan adalah rekaman suara (audio).
Metode
Investigasi 3 Trails
1.
Material
Trails
Material bisa berupa
dokumen kertas, dokumen digital, bukti foto, rekaman video, atau rekaman audio
yang bisa iperoleh dari penelusuran atas materi yang sudah ada (di tangan pihak
lain), maupun dari hasil kerja-kerja lapangan yang dilakukan sendiri oleh para jurnalis.
2.
Paper
Trails
Paper trail yakni
menelusuri keberadaan dan jati diri seseorang atau narasumber. Baik mereka yang
diduga terlibat, maupun mereka yang mengetahui seluk-beluk masalah tersebut.
3.
Money
Trails
Metode menelusuri
asal-usul dan aliran arah uang dalam mengungkap sebuah kasus juga mujarab.Uang
adalah salah satu motivasi utama manusia berbuat sesuatu. Karena itu, mengikuti
aliran dan asal-usul uang bisa menuntun kita menemukan siapa saja yang bermain.
Tahap
2 : Mencari dan Mengumpulkan Kesaksian
Secara sederhana,
mengumpulkan kesaksian adalah mencari orang-orang yang bisa membantu kita
memecahkan persoalan.. Atau dengan cara
yang agak “sembrono”, ini merupakan kegiatan mengumpulkan keterangan ari
mereka yang “berpihak” kepada hipotesis kita. Mereka bisa saja saksi mata
sebuah peristiwa, anggota kelompok criminal, atau bagian dari konspirasi
kejahatan ekonomi yang memberikan kita informasi yang langsung berkaitan dengan
kasus. Tapi di sisi lain mereka bisa juga para akuntan yang membantu melakukan
audit forensic, seorang dokter ahli ginjal yang menerjemahkan hasil tes
laboratorium dalam bahasa awam atau seorang penjaga makam yang bersaksi bahwa
tak ada seorang pun yang pernah menziarahi makam seperti kasus de Guzman.
5.
TEKNIK
PELIPUTAN
Ragam
Teknik Penyamaran
1.
Penyamaran
Melebur (Immerse)
Dalam investigasi RCTI
tentang TKI illegal, dua reporter SAI dan HRW menyamar sebagai TKI. Dalam
konteks ini mereka bisa disebut seang melebur. Dengan cara melebur (immerse) sebagai TKI, maka reporter bisa
langsung berinteraksi dengan para calo perekrut dan pihak-pihak yang mengirim
para TKI illegal, sekaligus mengambil gambar.
2.
Menempel
(Embedded)
Ini adalah teknik “kuda
troya”, I mana jurnalis memanfaatkan objek tertentu sebagai kendaraan untuk
mendapatkan fakta, keterangan atau akses. Teknik penyamaran menempel, misalnya
digunakan banyak wartawan yang ingin menembus penjara dengan menyamar sebagai
anggota keluarga pembesuk atau bagian dari tim pengacara.
3.
Penyamaran
Berjarak (Surveillance)
Istilah Surveillance sendiri juga berarti
pemantauan atau pengamatan, di mana objek atau sasaran tidak merasakan kehairan
kita. Paanan lain dalam bahasa Inggris-Nya adalah shaowing (membayangi). Makna berjarak dalam penyamaran ini bukan
saja makna jarak secara fisik, tetapi juga secara sosiologis atau psikologis.
Observasi
Aktivitas jurnalis
menggunakan semua pancaideranya untuk mencari informasi atau menemukan fakta I
lapangan. Karena observasi berkaitan dengan pancaindera, maka teknik ini lebih
dikenal di media massa cetak sebagai bekal menulis deskruipsi secara detail.,
factual dan menarik. Sementara bagi jurnalis televise, apa yang direkam kamera,
ituah yang disaksikan penonton. Atau apa yang direkam tape recorder, itu jugalah yang terengar di radio.
Decoying Alias Mengecoh
Ada teknik lain yang
memang harus terang-terangan menggunakan identitas wartawan, tetapi tujuannya
justru untuk menyamarkan misi liputan yang sesungguhya. Inilah yang dinamakan
teknik decoying (to decoy). atau
mengecoh. teknik ini digunakan bila kita ingin menapatkan akses pada suatu
informasi yang berada di pihak tertentu, tapi mereka cenderung ragu atau
menutupinya. Namun pihak tersebut sebenarnya tidak anti-media. Mereka akan
terbuka terhadap informasi atau akses atas hal yang lain, tapi bukan jenis
informasi atau akses yang kita mau. Di sinilah teknik decoying bisa membantu.
6.
MENGEMAS
LAPORAN
Overview
: Radio, Cetak,dan Televisi
Setiap meia memiliki
karakter yang menjadi kelebihan sekaligus kelemahannya. Karena itu tak semua
jenis isu bisa maksimal dihadirkan di meia tertentu. Hal ini juga turut
memengaruhi strategi pengemasannya.Di tngah impitan deadline, jurnalis radio tak perlu mempertaruhkan segalanya untuk
mendapatkan long form hasil udit Price Waterhouse Cooper (PWC) dalam
kasus Bank Bali (1999-2000) bila materi itu sama sekali tidak dibunyikan di
medianya. Ini berbeda dengan jurnalis media cetak yang lebih memiliki ruang
mengemas informasinya dalam aneka pilihan menu, seperti teks, foto, atau
grafis.Demikian juga dengan investigasi di televise. Teknik Pengemasan
investigasi kasus korupsi, konspirasi pembunuhan, atau kejahatan lingkungan
membutuhkan stratgi pengemasan yang berbeda. Dibutuhkan lebih banyak grafis dan
teknik editing gambar dengan ritmr (pacing)
yang lebih cepat untuk isu korupsi dan konspirasi pembunuhan, dibandingkan
kasus kejahatan lingkungan.
Internet
Paling Atraktif
Dalam hal pengemasan,
sebuah laporan investigasi yang dipublikasi media online (internet) bisa
disebut paling atraktif dibandingkan ketiga jenis media konvensional
pendahulunya. Melalui internet sebuah laporan investigasi bisa terdiri dari
naskah, foto, aneka grafis, rekaman audio, bahkan video streaming sekaligus.
Musuhmu
Adalah Panjangmu
Proses pengemasan
laporan adalah tahap krusial dalam investigasi. Bagi media cetak, musuh
utamanya adalah bentuknya seniri yang panjang berhalaman-halaman. Pembaca
sering “terteror” secara psikologis dengan artikel yang panjang, bila para koki
gagal menghadirkan tampilan fisik yang memikat dalam artikel tersebut, yang
bisa langsung itemukan pembaca alam hitungan menit. Inilah pertempuran pertama
yang harus dimenangkan media cetak. Unsure-unsur yang membuat cerita tersebut
layak dibaca, harus dimunculkan paa kesan pertama, saat pembaca masih
menimbang-nimbang apakah ia memiliki waktu setengah jam untuk membaca laporan
tersebut.
Jenis
Media dan Daya Serap Cerita
Media cetak memiliki
fleksibilitas ruang karena bisa membacanya dimana saja, mulai dari yang serius
di meja kerja, sembari menunggu angkutan, di jok belakang mobil, hingga di
dalam toilet. Dia juga fleksibel dalam hal waktu. Internet reatif hanya
memiliki fleksibilitas waktu, tetapi
tidak punya fleksibilitas ruang. Sementara televise dan radio, sama sekali
tidak memiliki fleksibilitas itu, kecuali merekamnya. Itu pun hanya mengatasi
fleksibilitas waktu, bukan ruang. Tayangan televise atau siaran radio telah
ditentukan jawalnya, sehingga public hanya bisa mengosumsinya pada momen
tersebut.
Teknik
Penulisan
Menulis naskah untuk
media cetak/online, televise, an raio memiliki teknik yang berbea. Media cetak
menggunakan bahasa tulis, sedangkan televise dan radio menggunakan bahasa tutur/lisan.
Kerangka
Cerita Adalah Peta
Peta itu adalah sebuah
rancangan cerita Sebuah kerangka yang akan memandu kita mengisi “daging-daging”
yang telah kita kumpulkan. Kita tak perlu melakukannya sendiri.Jurnalis yang
baru pulang dari lapangan cenderung menganggap semua materi yang diperolehnya
penting. Sehingga terkadang dia kehilangan fokus dan “berselingkuh” dengan
persoalan yang lain. Karena iu sangat penting bagi kita untuk kembali duduk
dengan anggota tim an meminta mereka melakukan assessmentatas semua materi dan cerita yang telah diperoleh dari
lapangan. Reporter cukup bercerita, dan biarkan anggota tim lain yang cukup
berjarak dengan objek liputan memutuskan mana yang penting.
7 Elemen
dalam Penulisan
Wartawan senior Farid
Gaban merumuskan tujuh elemen yang hasrus diperhatikan seorang jurnalis media
cetak dalam membuat sebuah tulissan : Informasti, Signifikan, Fokus, Konteks,
Wajah Bentuk, Suara.
7
Kegagalan Dalam Penulisan
1.
Gagal menekankan segala yang
penting
2.
Gagal menghadirkan fakta-fakta yang
mendukung
3.
Gagal memerangi kejemuan pembaca
karena terlalu banyak hal yang umum
4.
Gagal mengorganisasikan tulisa
secara baik, entah itu kalimat maupun keseluruhan cerita.
5.
Gagal mempraktekkan tata bahasa
secara baik; salah membubuhkan tanda baca dan salah menulis ejaan.
6.
Gagal menulis secara berimbang
7.
Gagal mengaitkan diri dengan
pembaca.
Waspadai
Kata Sifat
Tulisan panjang kerap
menggelincirkan kita paa pemborosan kata sifat : bagus-jelek, mewah sederhana,
mahal-murah, tinggi-renah, yang kesemuanya kadang sangat sensitive dalam sebuah
laporan investigasi. Menulis deskripsi prinsipnya adalah menggunakan informasi
spesifik, tanpa menyebut sifatnya.
7.
KODE
ETIK
Efek
Samping Peliputan
Bila ada sebuah liputan
investigasi yang berbuntut panjang dan cukup kompleks I era tahun 2000-an,yakni
kasus dugaan penggelapan pajak Sian Agri (2007). Liputan ini menimbulkan efek samping yang bisa
menjadi mata kuliah terseniri I kelas-kelas jurnalistik. Ada gugatan hukum, ada
tekanan kepada individu jurnalis, ada “penyaapan” sms, pembocoran naskah yang
belum diterbitkan, penggalangan para ilmuan dan wartawan, operasi pembungkaman
media lain melalui iklan, wartawan “diinteli”, wartawan I BAP, serta
aspek-aspek etik dalam proses peliputan.
Perlindungan
Sumber
Bagian paling penting
dari liputan apapun, terutama investigasi adalah perlinungan narasumber selain
perlindungan diri sendiri. Prinsip itu harus dipegang karena menyangkut
berbagai aspek seperti integritas media, profesionalsme jurnalis, dan yang
paling penting karena menyangkut nasib orang. Wartawan boleh saja heroic dan
tak gentar menghadapi berbagai mara bahaya dalam menjalankan tugasnya. Namun
wartawan yang baik tak hanya memikirkan
nyalinya sendiri, dia juga harus berfikir tentang nyali orang lain.wartawan
tidak boleh memancing dan menjebak narsumbernya untuk mendapatkan sebuah
keterangan yang tidak mereka sadari dampak dan akibatnya.
Sumber
Anonim
Dalam investigasi,
narasumber anonim sering memegang peranan penting. Meski demikian, wartawan
tetap harus berhati-hati menghadapi dan memperlakukan sumber anonim.
Mencuri
Materi
Bila yang dimaksud
dengan “kepentingan umum” itu menyangkut keseamatan nyawa orang, maka hal
pertama yang harus dilakukan justru buka memublikasikannya, tetapi
menyerahkannya ke otoritas berwenang. Melalui tangan dan pernyataan merekalah,
sebagai wartawan, kita bisa mengutip isi dokumen tersebut.
Etika
Menyamar dan Merekam Diam-Diam
Ada yang berpandangan
bahwa tindakan yang terekam kamera atau mata wartawan alam observasi langsung
tidak peru dikonfirmasi. Sementara hal-hal yang yang tidak disaksikan sendiri
oleh wartawan perlu mendapatkan konfirmasi. Sementara jurnalis lain
berpandangan bahwa apapun yang diperlehnya, wartawan harus member ruang pihak
lain untuk memberikan keterangan, tafsir atau membela diri atas bukti-bukti
yang diapat. Sebab, selalu ada kemungkinan wartawan tidak akurat pada materi
tertentu, seyakin apapun dia. Bila merujuk kepada kode Etik Jurnalistik Dewan
Pers, maka hanya ada dua alasan yang membuat
praktik penyamaran dibenarkan : Demi kepentingan public dan tak ada cara
lain untuk mendapatkan informasi.
Wajah
tersangka
Pedoman Perilau
Penyiaran mengatur tentang wajah tersangka sebagai berikut :
“Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum,
lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah)
tersangka, kecuali identitas tersangka memang suah terpublikasi dan dikenal
secara luas.
Rekonstruksi
dan reka Ulang Adegan
Ada
sejumlah syarat ketat yang diatur pedoman Perilaku penyiaran dalam penggunaan
rekonstruksi:
1. Adegan
rekonstruksi kejahatan yang eksplisit dan terperinci tidak boleh disiarkan.
2. Adegan
rekonstruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan sama sekali tidak boleh
disiarkan.
3. Siaran
rekonstruksi kejahatan harus memperoleh izin dari korban kejahatan, atau pihak
yang dapat dipandang sebagai wakil korban.
4. Adegan
rekonstruksi yang memperlihatkan modus kejahatan secara eksplisit dan
terperinci dilarang.
5. Aegan
rekonstruksi yang memperlihatkan cara pembuatan alat-alat kejahatan tidak boleh
disiarkan.
No comments:
Post a Comment