Sunday, 10 February 2013

Bekerja Diatas Normal

Waktu menunjukan pukul 21.18 . segera saja aku memutuskan untuk naik angkot. Sudah malam juga, dan gerimis sudah mulai turun, pikirku. Di dalam angkot ada dua penumpang lain. Seorang pria ABG yang duduk di kursi pendek yang berada paling ujung. Serta seorang wanita penjual jamu, umurnya kira-kira 40-50an yang tengah memejamkan matanya sambil memegang bakul jamu yang dibawanya. Penjual jamu ini duduk tepat dibelakang supir.  Sedangkan aku duduk disamping penjual jamu itu. Tak lama pria ABG yang duduk di kursi penek turun dari angkot ini. Dan tinggal saya dan penjual jamu, penumpang angkot yang tersisa. Setengah berani saya melihat penjual jamu itu terbangun dari "tidur singkatnya". Dan penjual jamu itu berbicara kepada supir dalam bahasa jawa. Aku terdiam, karena memang tidak tahu artinya. Tak berapa lama, aku iseng  bertanya kepada penjual jamu itu,." Pulang jualan jamu dimana mba?"(Aku memanggilnya mba, mungkin larena memang kebiasaanku memanggil sebutan "mba" terhaap tukang jamu langganan ku dulu).Tak kenal tua ataupun muda, pokonya saya selalu memanggilnya dengan sebutan "mba". Tukang jamu itu pun menjawab "dari stasiun ". Entah mengapa, mungkin karena rasa ingin tahuku yang besar terhadap penjual jamu itu, refleks aku melontarkan pertanyaan kembali "memang rumahnya dimana mba?". Dia pun menjawab, dan akupun tak mendengar begitu jelas ucapannya yang samar2 karena kalah dengan suara knalpot angkot yang kami naiki. Dengan samar2, dia menjawab "di belakang sekolah". Akupun tidak bertanya kembali karena akupun nanti akan tahu dimana dia turun. Setelah itu akupun menimpali jawabannya dengan pertanyaan, "dari rumah berangkat jam berapa mba?". Dia pun menjawab ". Jam 4 ato jam 5". Setelah itu, malah dia yang balik bertanya kepadaku. " turun dimana kaka?" ujarnya. Akupun hanya tersenyum dengan panggilan yang dia katakan kepadaku. Karena aku msaih penasaran dengan "SI MBA JAMU" jamu itu, akupun kembali bertanya, "mba jualan di stasiun itu keliling-keliling atau gimana?". Mba jamu pun menjawab " iya keliling-keliling" . Karena masih penasaran aku pun menlontarkan pertanyaan kembali (udah kaya wartawan aja) "Tiap hari pulang jam segini mba?". "SI MBA" pun menjawab " ya kadang sore, kadang juga jam segini" .
Dari situ aku mulai menerka-nerka kehidupan "SI MBA JAMU" itu seperti apa. ku berfikir, jika dia pulang malam, kemudian esoknya berangkat jual jamu lagi dari subuh, akan terasa berat sekali. Belum lagi, mungkin menyiapkan makan untuk anak dan suaminya. Dari raut wajahnya, "SI MBA JAMU" itu terliht sangat kelelahan. beberapa kali, dia seperti tertidur, memejamkan matanya. "Mba jamu pasti sangat kelelahan", kataku dalam hati. Ya gimana ga cape, kerja dari pagi buta sampe tengah malem kayak begini. Darisini aku mendapatkan plajaran, kalo ga ada pekerjaan yang "enak". Semua melalui serangakaian proses untuk menjadi "enak". Pola kerja "SI MBA JAMU" tentu sangat melelahkan sekali. Pandai-pandailah bersyukur terhadap pekerjaan apapun yang kita jalankan. jangan banyak mengeluh. Karna mungkin SI MBA JAMU ini hanyalah satu dari sekian banyak orang yang "Bekerja Diatas Normal"